Menyambut “World Meteorological Day” ke-68, 23 Maret 2018

[vc_row][vc_column width=”2/3″][vc_single_image image=”308″ img_size=”large”][/vc_column][vc_column width=”1/3″][vc_column_text]MKG News – Setiap tanggal 23 Maret diperingati sebagai Hari Meteorologi Sedunia atau World Meteorological Day. Kenapa 23 Maret? Karena pada tanggal yang sama di 1950 sebuah badan spesialisasi di bidang Meteorologi di bawah naungan PBB bernama World Meteorological Organization (WMO). Dibentuknya Hari Meteorology Sedunia ini diperingati oleh 188 negara anggota WMO.

Meteorologi adalah ilmu yang mempelajari atmosfer bumi khususnya untuk keperluan prakiraan cuaca. Kata ini berasal dari bahasa Yunani meteorosatau ruang atas (atmosfer), dan logos atau ilmu. Meteorologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari dan membahas gejala perubahan cuaca yang berlangsung di atmosfer.

Sejarah pengamatan meteorologi dan geofisika di Indonesia dimulai pada 1841 diawali dengan pengamatan yang dilakukan secara perorangan oleh Dr Onnen, Kepala Rumah Sakit di Bogor. Tahun demi tahun kegiatannya berkembang sesuai dengan semakin diperlukannya data hasil pengamatan cuaca dan geofisika.

Pada 1866, kegiatan pengamatan perorangan tersebut oleh Pemerintah Hindia Belanda diresmikan menjadi instansi pemerintah dengan nama Magnetisch en Meteorologisch Observatorium atau Observatorium Magnetik dan Meteorologi dipimpin oleh Dr Bergsma.

Pada 1879 dibangun jaringan penakar hujan sebanyak 74 stasiun pengamatan di Jawa. Pada 1902 pengamatan medan magnet bumi dipindahkan dari Jakarta ke Bogor. Pengamatan gempa bumi dimulai pada 1908 dengan pemasangan komponen horisontal seismograf Wiechert di Jakarta, sedangkan pemasangan komponen vertikal dilaksanakan pada 1928.

Pada 1912 dilakukan reorganisasi pengamatan meteorologi dengan menambah jaringan sekunder. Sedangkan jasa meteorologi mulai digunakan untuk penerangan pada 1930. Pada masa pendudukan Jepang antara 1942 sampai dengan 1945, nama instansi meteorologi dan geofisika diganti menjadi Kisho Kauso Kusho.

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 1945, instansi tersebut dipecah menjadi dua: Di Yogyakarta dibentuk Biro Meteorologi yang berada di lingkungan Markas Tertinggi Tentara Rakyat Indonesia khusus untuk melayani kepentingan Angkatan Udara.[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row][vc_row][vc_column][vc_column_text]Di Jakarta dibentuk Jawatan Meteorologi dan Geofisika, dibawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Tenaga.

Pada 21 Juli 1947 Jawatan Meteorologi dan Geofisika diambil alih oleh Pemerintah Belanda dan namanya diganti menjadi Meteorologisch en Geofisiche Dienst. Sementara itu, ada juga Jawatan Meteorologi dan Geofisika yang dipertahankan oleh Pemerintah Republik Indonesia , kedudukan instansi tersebut di Jl. Gondangdia, Jakarta.
Pada 1949, setelah penyerahan kedaulatan negara Republik Indonesia dari Belanda, Meteorologisch en Geofisiche Dienst diubah menjadi Jawatan Meteorologi dan Geofisika dibawah Departemen Perhubungan dan Pekerjaan Umum. Selanjutnya, pada 1950 Indonesia secara resmi masuk sebagai anggota Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization atau WMO) dan Kepala Jawatan Meteorologi dan Geofisika menjadi Permanent Representative of Indonesia with WMO.

Pada 1955 Jawatan Meteorologi dan Geofisika diubah namanya menjadi Lembaga Meteorologi dan Geofisika di bawah Departemen Perhubungan, dan pada 1960 namanya dikembalikan menjadi Jawatan Meteorologi dan Geofisika di bawah Departemen Perhubungan Udara. Pada 1965, namanya diubah menjadi Direktorat Meteorologi dan Geofisika, kedudukannya tetap di bawah Departemen Perhubungan Udara.

Pada 1972, Direktorat Meteorologi dan Geofisika diganti namanya menjadi Pusat Meteorologi dan Geofisika, suatu instansi setingkat eselon II di bawah Departemen Perhubungan, dan pada 1980 statusnya dinaikkan menjadi suatu instansi setingkat eselon I dengan nama Badan Meteorologi dan Geofisika, dengan kedudukan tetap berada di bawah Departemen Perhubungan.

Pada 2002, dengan keputusan Presiden RI Nomor 46 dan 48 tahun 2002, struktur organisasinya diubah menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) dengan nama tetap Badan Meteorologi dan Geofisika.

Terakhir, melalui Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2008, Badan Meteorologi dan Geofisika berganti nama menjadi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dengan status tetap sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen.

Pada tanggal 1 Oktober 2009 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika disahkan oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono.

|Dari berbagai sumber[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *